Jumat, 16 Desember 2016

Hukum dibawah kuasa Politik


RifqinizamyKarsayuda  menyebut tali temali antara politik dan hukum dalam mengkaji persoalan-persoalan hukum merupakan terobosan keilmuan yang menarik.2 Perdebatan mengenai apa dan mana yang lebih mempengaruhi dalam interaksi politik dan hukum memunculkan dua pendapat. Pertama : pihak yang menyatakan politik lebih dominan dibanding hukum. Produk hukum apapun dipengaruhi oleh kepentingan politik. Produk hukum bahkan merupakan produk politik.


Pendapat yang kedua menyatakan bahwa hukum lebih dominan dibanding politik. Suatu kekuasaan politik tidak dapat dikatakan sah sebelum dilegitimasi melalui mekanisme hukum3. Perdebatan kedua pendapat ini hanya akan menghasilkan blunder, sebab kedua-duanya memanglah saling berpengaruh dan mempengaruhi, disinilah tercipta konfigurasi politik dan hukum.

Dalam konfigurasi keduanya, konfigurasi politik tertentu merupakan faktor yang mempengaruhi karakter hukum tertentu. Mahfud MD. menggambarkan keterkaitan keduanya dengan sangat baik, seperti bagan dibawah ini5

Bagi Rifqinizamy Karsayuda, Penelitian yang patut dijadikan contoh dalam melihat konfigurasi politik dan hukum ialah penelitian Mahfud MD dan Benny K.Harman. Penelitian Mahfud memperlihatkan adanya pertautan antara konfigurasi politik rezim tertentu dengan karakter produk hukum, Sedangkan Harman memperlihatkan adanya pertautan antara konfigurasi politik dengan karakter kekuasaan kehakiman. Keduanya nampak sepakat bahwa semakin demokratis suatu suatu rezim, maka semakin baik produk hukum dan kekuasaan kehakimannya, sebaliknya berlaku pada rezim yang otoriter. Lihat Moh.Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, LP3ES, Jakarta, Cetakan ketiga, Januari 2006 dan Benny K.Harman,

konfigurasi politik yang bersifat demokratis akan menghasilkan produk hukum yang responsif, sebaliknya konfigurasi politik yang otoriter akan menghasilkan produk hukum yang konservatif. Indikator yang digunakan untuk mengukur demokratisasi atau ototarianisme konfigurasi politik tertentu adalah dengan melihat sejauh mana peranan partai politik dalam negara tersebut, serta sejauhmana dominasi lembaga eksekutif terhadap aspirasi rakyat. Selain juga dapat diukur melalui indikator kebebasan pers dan peranan badan perwakilan

Pada konfigurasi politik demokratis, partai politik aktif berperan menentukan hukum negara, sedangkan lembaga eksekutif tidak dominan dan aspiratif terhadap kehendak-kehendak rakyat. Konfigurasi yang demikianlah yang akan melahirkan produk hukum yang responsif. Pada konfigurasi politik otoriter yang akan menghasilkan produk hukum elitis berlaku sebaliknya. Rifqinizamy Karsayuda


Rabu, 14 Desember 2016

Rifqinizamy Karsayuda Tamu Undangan Sidang Uji Materi UU Pilkada

Mahkamah Konstitusi (MK)  menggelar sidang ke V untuk perkara uji materi UU Pilkada Nomor 8 Tahun 2015 Pasal 7 Huruf R dan Huruf S yang diajukan oleh Adnan Purichta Ichsan, Lanosin ST dan Dr Ali Nurdin dengan agenda mendengarkan keterangan Ahli Pemohon.



Ahli yang akan dihadirkan adalah  Dr. M. Rifqinizamy Karsayuda, SH., LLM. dosen Hukum Tata Negara dari Universitas Lambungmangkurat, Banjarmasin, Alumni Universitas Kebangsaan Malaysia, dan Nico Harjanto, Ph.D., Dosen Pascasarjana Paramadina, Ketua Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (PERSEPI), Direktur Eksekutif POPULI CENTER, dan Alumni Northern Illinois University, USA.

Menurut Dr. RifqinizamyKarsayuda, persoalan hukum dan konstitusionalitas Pasal 7 Huruf R yaitu adanya kesalahan subjek. Maka itu, pembebanan hak dan kewajiban (rechten en plichten) dalam Pasal yang diuji adalah salah.

Seharusnya, kata Rifqinizamy Karsayuda,, yang diberikan kewajiban adalah petahana, bukan calon, apalagi keluarga Petahana, yang tidak memiliki hubungan hukum apapun.

 Dilanjutkan Dr. Rifqinizamy Karsayuda,, dari hasil data Pilkada selama periode 2010-2013, calon yang memiliki hubungan dengan petahana yang maju dalam Pilkada hanya sedikit yang menang, sekitar 42%, mayoritas kalah (58%).  "Jadi kemenangan dalam Pilkada tidak ditentukan semata-mata oleh adanya hubungan dengan Petahana, namun oleh banyak factor,” tegasnya.

 Sementara Kuasa Hukum Pemohon, Andi Syafrani mengatakan persidangan nantimerupakan sidang yang sangat istimewa karena sidang ini disaksikan oleh para Sekretaris Jenderal dan utusan dari Mahkamah Konstitusi atau sejenisnya negara-negara Asia yang kebetulan hadir di MK dalam rangka persiapan pertemuan MK se-Asia pada bulan depan, 15-17 Juni 2015, yang akan diselenggarakan di Indonesia selaku Ketua MK se-Asia.

 Sidang ini merupakan sidang terakhir dengan agenda pembuktian. Selanjutnya Para Pemohon diminta untuk menyampaikan Kesimpulan tertulis ke MK paling lambat tanggal 4 Juni 2015.  Putusan diperkirakan akan dibacakan oleh MK pada pertengahan atau paling lambat akhir Juni.  "Yang pasti putusan ini akan dibacakan sebelum KPU melaksanakan tahapan penerimaan pendaftaran pasangan calon Pilkada pada pertengahan Juli nanti,” tandasnya

Rifqinizamy Karsayuda

Kamis, 01 Desember 2016

Rifqinizamy Karsayuda Telah Mengkorfirmasikan Kasusnya

Simpang siur atas pemberitaan Rifqinizamy Karsayuda akhirnya jelas. setelah Rifqinizamy Karsayuda menjawab langsung teka-teki pemberitaan soal dia. Berikut ini adalah siaran Pers resminya. Silahkan baca dan simpulkan sendiri.


1. Saya, Rifqinizamy Karsayuda  memohon maaf yang sebesar-besarnya, karena dalam beberapa waktu ini saya fokus pada beberapa pekerjaan yang sedang diamanhkan kepada saya di luar daerah dan luar Negara. Saya juga secara sadar membatasi komunikasi dengan pihak pers dan rekan lainnya, dikarenakan saya sendiri dan keluarga merasa shock atas pemberitaan yang berkembang. Kami semua sepakat untuk focus pada pencarian fakta, kebenaran dan solusi dari persoalan ini.

2. Saat, Rifqinizamy Karsayuda ini saya masih berada di Kuala Lumpur dan telah berkomunikasi, serta berkoordinasi dengan pihak Kementerian Pendidikan Tinggi Malaysia, serta pihak UKM. Dalam komunikasi kami, seluruh data stusi saya di UKM mulai dari perkuliahan hingga ujian tesis masih tersimpan dengan baik di UKM. Bahkan tesis saya masih dapat diakses di laman web resmi UKM.

3. Secara kronologis, saya, Rifqinizamy Karsayuda menjadi mahasiswa Program Master of Laws (Sarjana Undang-Undang) pada tahun kedua tahun akademik 2007/2008 mulai bulan Desember 2007. Saya mengambil program coursework and thesis. Seluruh proses perkuliahan dan penyelesaian tesis itu saya selesaikan pada Bulan Maret 2009 yang ditandai dengan ujian tesis pada Fakulti Undang-Undang UKM. Tesis saya tersebut hingga saat ini masih terdaftar dalam direktori perpustakaan UKM sebagaimana yang dapat publik akses.

4. Setelah ujian dimaksud, saya melakukan editing substansi dan Bahasa tesis kepada Pembimbing (Penyelia) saya, yaitu Ibu Dr.Che Noorlia Mustafa dan dinyatakan selesai. Kendati demikian, saya tetap diminta untuk memperbaiki format (diluar substansi), dan saya telah melakukannya pula.

5. Pada bulan April 2009 pula, saya mendapat kabar, Ayahnda saya Muhammad Karsayuda (alm) mengindap sakit kanker prostat stadium IV. Beliau saya rawat selama lebih kurang tujuh bulan, mulai dari Graha Amertha RSUP.Dr.Soetomo Surabaya hingga saya bawa ke RSUD Ulin Banjarmasin, lantaran ketiadaan biaya.

6. Sepanjang perawatan ayahnda saya, hingga beliau meninggal pada 02 Oktober 2009 yang sangat menyita seluruh energi saya dan keluarga, proses perbaikan tesis hingga ijazah dibantu oleh teman saya a.n berinisial Y, Mahasiswa Master di UKM pula. Ijazah tersebut pun saya terima pada sekitar bulan November 2009.

7. Setelah proses dimaksud, saya tidak pernah berkorespondensi dengan pihak UKM, termasuk adanya pemberitahuan bahwa saya dinyatakan tidak lagi menjadi mahasiswa di sana, karena keterlambatan penyelesaian studi, misalnya.

8. Setelah berita ini beredar, saya baru mengetahui jika ijazah saya dimaksud dinyatakan tidak terdaftar di UKM. Saya dan tim telah berkoordinasi dengan pihak berwajib untuk mengurai kasus ini. Saya hanyalah korban dari peristiwa ini.
9. Pada tahun 2009 itu, saya dihadapkan pada kondisi yang dilematis. Di satu pihak, saya harus merawat ayahnda saya yang sakit keras. Sebagai anak pertama di keluarga, saya bertanggungjawab penuh atas seluruh proses dan biaya yang diperlukan. Semua yang ada pada saya dan keluarga kami persembahkan untuk pengobatan almarhum ayahnda kami kala itu. Pada masa itulah, saya tidak lagi dapat fokus pada pengurusan administrasi kelulusan di UKM.

10. Sebagai akademisi yang memegang teguh nilai-nilai moral, etika dan prinsip-prinsip dasar intelektual. Saya, Rifqinizamy Karsayuda tidak ingin kasus ini menjadikan integritas saya dan keluarga tercoreng, begitupula dengan integritas institusi yang selama ini menaungi saya, yaitu Universitas Lambung Mangkurat. Dengan segala kebesaran hati, saat ini dengan mengucap Bismillahirrahmaanirraahim, saya menyatakan mengundurkan diri sebagai Dosen di Universitas Lambung Mangkurat. Surat resmi pengunduran diri akan saya sampaikan segera kepada Rektor Universitas Lambung Mangkurat.

11. Setelah ini, saya dan keluarga hendak melakukan kontemplasi dan intropeksi, serta mencoba mengambil hikmah dari peristiwa ini. Saya juga akan melakukan istikharah kehidupan dan kembali merancang peta jalan kehidupan saya dan keluarga ke depan.

12. Dalam semua proses ini, saya ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada semua teman yang sampai detik akhir ini masih bersama saya. Setelah ini, saya yakin kawan-kawan saya akan terus bersama walau hanya untuk meracik teh atau sekedar menyeduh kopi bersama, bertukar pikiran dan gagasan untuk Banua dan Bangsa.

13. Bagi mahasiswa-mahasiswa saya, khususnya mereka yang memilih hukum tata Negara sebagai disiplin ilmunya, saya masih membuka diri untuk dapat bersilaturrahmi dan bertukar pikiran. Teras rumah saya yang sempit, rasanya masih mampu menjadi tempat kita semua menimba ilmu. Itupun dengan catatan, jika kawan-kawan semua masih percaya akan kapasitas dan kapabiltas saya.

14. Kepada rekan-rekan pers. Saya ucapkan terimakasih perhatiannya yang amat besar atas apa yang menimpa saya ini. Sepanjang pengetahuan saya, apa yang saya alami ini termasuk mendapat konsumsi pers terbesar sepanjang sejarah peristiwa lainnya di Banua.
Akhirnya, dengan penuh kerendahan hati, saya memohon maaf atas segala kekhilafan dan kekurangan yang saya miliki. Saya percaya, peristiwa yang terjadi di Bulan Ramadhan ini menyisakan hikmah agar kita semua menjadi manusia yang bertaqwa.

Billlahittaufiq Walhidayah
Wassalaamu’alaikum Wr.Wb.

Kuala Lumpur, 22 Juni 2016

Hormat saya,


Minggu, 13 November 2016

Mewaspadai Kontrak Politik

Opini JawaPos, 19/8/2015
oleh Djoko Susilo

KEMENTERIAN Luar Negeri RI mendapat kado istimewa pada hari ulang tahun ke-70 yang jatuh hari ini (Rabu, 19 Agustus). Kado istimewa itu berupa daftar nama 33 calon duta besar (Dubes) RI yang sepertiganya (11 orang) merupakan mantan anggota tim relawan Jokowi-JK dalam pilpres tahun lalu.
Daftar nama tersebut sudah lama menjadi gunjingan atau rasan-rasan di kalangan korps diplomatik RI. Sebab, baru kali ini ’’campur tangan’’ presiden terhadap korps diplomat profesional terjadi terlalu jauh dan dalam jumlah yang signifikan, yakni dengan mengajukan calon Dubes nonkarir sampai hampir 33 persen dari pos yang akan diisi.

Rifqinizamy Karsayuda
Rifqinizamy Karsayuda

Memang, tidak ada aturan tertulis yang dilanggar dalam penunjukan calon duta besar dari kalangan relawan politik presiden pemenang pemilu tersebut. Hanya, para diplomat menggunjingkan hal itu karena beberapa alasan.
Pertama, sejak masa Presiden Soeharto sampai terakhir masa kepresidenan SBY, terdapat kesepahaman antara Komisi I DPR dan Kemenlu bahwa jumlah Dubes nonkarir dalam setiap angkatan hanya 10–15 persen. Hal itu dilakukan untuk menjaga tidak terganggunya perencanaan karir korps diplomatik RI yang harus berjuang puluhan tahun guna mencapai jabatan Dubes yang merupakan puncak karir seorang diplomat.
Kedua, pengangkatan duta besar dari kalangan nonkarir bukan sekadar balas jasa politik, tetapi juga mempertimbangkan pengalaman yang bersangkutan.


Namun, kali ini, Presiden Jokowi dinilai telah kebablasan dalam memaksakan kehendaknya. Memang benar bahwa seorang duta besar adalah wakil pribadi seorang kepala negara sekaligus mewakili pemerintah negaranya. Penunjukan seseorang untuk menjadi duta besar adalah hak prerogatif presiden, sama dengan pengangkatan seseorang menjadi menteri atau anggota kabinet. Jadi, presiden memang mempunyai kuasa mutlak. Namun, kuasa mutlak presiden tentu harus dilaksanakan dengan mempertimbangkan berbagai faktor. Misalnya, kualitas calon, pengalaman profesional, dan beberapa aspek non politis lainnya.
Penunjukan para calon duta besar tahun ini merupakan yang pertama dilakukan Jokowi. Beberapa waktu lalu, dia melantik sejumlah duta besar RI. Namun, proses seleksi dan pengangkatannya masih di bawah Presiden SBY. Hampir tidak ada masalah yang berarti, kecuali hanya duta besar RI Totok Riyanto yang mengalami penundaan ketika akan menyerahkan surat kepercayaan kepada presiden Brasil lantaran eksekusi gembong narkoba asal negara itu. SBY selama ini menyerahkan proses seleksi sepenuhnya di Kemenlu dengan sedikit pengecualian. Karena itu, hampir tidak pernah timbul keresahan atau gejolak di kalangan para diplomat karir di Pejambon.
Seleksi kali ini menimbulkan sejumlah keresahan lantaran sedikitnya dua hal. Konon, semula Jokowi menghendaki separo calon duta besar berasal dari para relawan atau pendukungnya. Dia pun menghendaki mereka ditempatkan di pos-pos strategis seperti PBB di New York, Jenewa, atau negara-negara besar seperti Rusia, Belanda, dan London. Lebih rumit, beberapa kelompok relawan, kabarnya, mengirimkan nama-nama tokohnya untuk menjadi Dubes langsung ke Kemenlu tanpa koordinasi ke Sekretariat Negara sebagaimana lazimnya selama ini.
Menlu Retno Marsudi, sebagai diplomat karir, memproses dan menyeleksi calon Dubes melalui proses baku, yakni melalui lembaga ’’baperjakat’’ (badan pertimbangan jabatan dan kepangkatan) Kemenlu. Tentu, daftarnya sesuai dengan persepsi kepentingan diplomasi RI. Daftar tersebut ditolak Jokowi karena jatah relawan kurang banyak. Akhirnya, setelah bolak-balik, dihasilkan 33 nama yang 11 di antaranya berasal dari para relawan.
Memang, di antara sejumlah nama relawan yang diajukan Jokowi, ada yang tepat dan sangat layak menduduki pos yang diusulkan. Misalnya, Dr Rizal Sukma yang saat ini menjabat direktur eksekutif CSIS dan ketua Biro Hubungan Luar Negeri PP Muhammadiyah. Rizal diajukan untuk menjadi calon duta besar untuk UK merangkap Republik Irlandia.
Namun, beberapa nama lainnya kurang memenuhi kriteria minimal sebagai calon duta besar. Pengalamannya hanya aktif dalam sebuah ormas dan kemudian menjadi relawan Jokowi.
Tentu, hal yang demikian menjadi keprihatinan sebagian kalangan korps diplomatik. Sebab, duta besar adalah wakil negara dan bangsa. Kalaupun dia tidak berasal dari diplomat karir, diharapkan calon yang bersangkutan menunjukkan kapasitas sebagai calon diplomat dan memiliki pengetahuan dasar diplomasi yang mumpuni.


Banyaknya relawan Jokowi sebagai calon Dubes nonkarir jelas meresahkan kalangan diplomat karir. Gelombang pertama yang ’’hanya’’ 30 persen kabarnya akan disusul badai yang lebih dahsyat.
Sebenarnya, kalangan korps diplomat karir bisa menerima penunjukan Dubes nonkarir sebagai hak prerogratif presiden. Tetapi, hak tersebut semestinya tidak digunakan secara semena-mena. Pertama, calon yang diangkat mesti menunjukkan kualitas minimal calon diplomat. Kecakapan bahasa asing, khususnya Inggris, harus paripurna.
Kedua, calon memiliki pengalaman profesional di bidangnya secara memadai. Ketiga, jumlah alokasi tidak sangat besar hingga mencapai sepertiga angkatan atau lebih.
Sudah seharusnya Presiden Jokowi memikirkan kepentingan diplomasi dan politik luar negeri Indonesia secara komprehensif. *) Mantan Dubes RI untuk Swiss.

Jumat, 28 Oktober 2016

siapakah Rifqinizamy Karsayuda

Rifqinizamy Karsayuda, Carut Marut Dunia Pendidikan

http://rifqinizamykarsayuda86.blogspot.com/2016/10/siapakah-rifqinizamy-karsayuda.html
Add caption


Kata atau istilah plagliator akhir-akhri ini sangat populer di telinga masyarakat luas seiring mencuatnya kasus yang menimpa  beberapa dosen serta gurus besar di Indonesia.

Dari  peristiwa  itu, menurut Rifqinizamy Karsayuda  jelas bahwa sistem pendidikan kita masih  carur marut dan jauh dari api panggang. Mengapa tidak?, seorang guru besar, melakukan perbuatan memalukan. sebab, bagi dunia pendidikan, predikat guru besar merupakan sebuah gelar istimewa. Sudah pasti, predikat itu tidak sembarang orang yang mendapatkannya, karena selain harus melalui seleksi, seorang guru besar juga di tuntut untuk membuat penemuan baru dan sudah pasti inteletualitasnya tidak diragukan lagi. Anehnya, guru besar Indonesia justru memplagiat karya milik orang lain. Aneh memang, tetapi itulah realitas dunia  pendidikan kita dewasa ini.

Rifqinizamy Karsayuda Gelar Itu Penting, Tapi Keahlian Jauh  Penting

menurut  Rifqinizamy Karsayuda bukan menutup kemungkinan, atau bahkan perlu kita curigai, skripsi, tesis, desertasi mahasiwa yang jumlahnya tak terhitung   digedung-gedung perpustakaan universitas yang besar dan megah, besar kemungkinan, produksi dari  kegiatan plagiator. Mengingat, akhir-akhir ini jasa pembuatan skripsi makin marak di negara kita. Bahkan dengan terang-terangan di publikasikan lewat media massa. Jasa yang ditawarkanpun beragam. Ada yang sekedar membuat konsep, pengetikan sekaligus pembuatan skripsi  atau hanya sekendar  konsultansi. Ini merupakan salah satu kejatahan yang harus disikapi dengan tegas oleh pemerintah dan institusi pendidikan. Sebab, kegiatan plagliator nampaknya sudah membumi di dunia pendidikan dan menjangkiti para akademisi kita.

Rifqinizamy Karsayuda, Carut Marut Dunia Pendidikan

Pada dasarnya kegiatan plagliator marak di lakukan, karena didukung dengan sistem yang buruk. Akibatnya peluang untuk melakukan kegiatan itu terbuka lebar. Maka, memperketat sistem untuk mendapatkan gelar, entah itu strata satu (S1), strata dua (S2) dan sebagainya harus benar-benar di kawal dengan ketat dan membutuhkan batuan semua pihak. Perguruan tinggi memiliki peran yang strategis untuk melakukan tugas ini. Artinya perguruan tinggi harus benar-benar memperketat sistem untuk meluluskan para mahasiawanya.   Langkah ini sangat di butuhkan mengingat dewasa ini terdapat kebudayaan  baru dalam pendidikan kita.
Adalah adanya mentalitas buruk yang mendera para pelajar kita. menurut Rifqinizamy Karsayuda Mereka nyenderung bersikap pragmatis, ingin cepat mendapatkan gelar, dengan menempuh jalur yang salah. Kegiatan plagliator pada dasarnya merupakan hasil dari mentalitas buru itu. Oleh sebab itu, memperketat sistem pendidikan dan memberikan  saksi tegas kepada pelaku  plagiat merupakan sebuah tindakan yang harus dilakukan pemerintah. Dunia pendidikan lebih baik melusukan sarjana  yang sedikit, tetapi berkwalitas, dari pada meluluskan ribuan mahasiswa , tetapi hanya formalitas tanpa di barengi kemampuan dan keahlian

Selasa, 27 September 2016

Kontroversi Hukuman Mati di Indonesia Menurut Rifqinizamy Karsayuda

Kontroversi Hukuman Mati di Indonesia Menurut Rifqinizamy Karsayuda
Kontroversi Hukuman Mati di Indonesia Menurut Rifqinizamy Karsayuda

Dalam kurun waktu beberapa bulan terakhir, Rifqinizamy Karsayuda melihat berbagai media kian ramai memberitakan tentang pemberlakuan kembali hukuman mati di Indonesia. Kasus eksekusi hukuman mati, mempunyai porsi yang cukup tinggi diperbincangkan oleh masyarakat yaitu antara 5-10% dari berbagai issue yang ada di masyarakat saat ini.  Sebagai Kepala Negara, Presiden Jokowi merupakan tokoh dibalik pemberlakuan kebijakan teresebut. Sejak awal pemerintahannya, Jokowi dengan tegas menyatakan bahwa tidak akan memberikan grasi terhadap para terpidana yang telah divonis hukuman mati oleh Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi maupun Mahkamah Agung. kali ini lebih difokuskan terhadap kasus narkoba yang mempunyai jumlah terpidana mati paling banyak, dibandingkan dengan kasus hukum yang lain. Kejahatan narkotika merupakan salah satu jenis kejahatan yang diatur undang-undang dapat diancam dengan hukuman mati, diatur dalam UU No. 35 tahun 2009.

Menurut Rifqinizamy Karsayuda, penyalahgunaan narkoba di Indonesia sudah menjadi kasus yang cukup serius karena berdampak merusak generasi bangsa, sehingga diperlukan tindakan tegas dari pemerintah salah satunya adalah memberikan efek jera bagi para pelaku penyalahgunaan narkoba, salah satunya adalah dengan hukuman mati.  Sayangnya, kebijakan tersebut menimbulkan berbagai kontroversi dari berbagai pihak. Sebagai Negara demokratis, yang diduduki oleh berbagai partai politik koalisi dan oposisi, memberikan berbagai tanggapan terkait hal tersebut.

Bagi beberapa pihak, RifqinizamyKarsayuda  eksekusi hukuman mati dianggap sebagai solusi pemberantasan narkoba di Indonesia, akan tetapi pihak lain juga menyatakan bahwa eksekusi hukuman mati merupakan bom waktu yang akan mengancam keberlangsungan Negara Indonesia sendiri. Hal tersebut bukan tanpa alasan, melihat reaksi berbagai negara setelah warganya di eksekusi di Indonesia, seperti misalnya Brasil dan Belanda, kedua Negara tersebut langsung menarik duta besar dan perwakilan negaranya kembali ke Negara asalnya sebagai bentuk reaksi terhadap eksekusi mati yang dilakukan terhadap warganya. Sebelumnya, beberapa Negara yang warganya ditetapkan sebagai terpidana mati, sudah menyatakan keberatan apabila warganya di eksekusi dan sudah melakukan berbagai usaha untuk me-lobby pemerintah agar pemerintah untuk mencari pilihan lain. Akan tetapi, pemerintah dibawah pimpinan presiden Jokowi tak gentar dengan hal tersebut, dan tetap melakukan eksekusi mati terhadap terpidana mati sesuai dengan ketetapan hukum yang ada di Indonesia.

Menurut RifqinizamyKarsayuda Pemberlakuan eksekusi mati terhadap para pelaku kejahatan narkoba sebagai bentuk pembelajaran, untuk memberikan efek jera agar tidak mengulangi perbuatan melanggar hukum, tentu tidak tercapai seperti yang diharapkan. Hal tersebut juga dibuktikan dengan adanya berbagai riset yang menyatakan bahwa tidak adanya korelasi antara eksekusi mati pelaku kejahatan narkoba dengan penurunan jumlah kejahatan narkoba, justru semakin meningkatnya jumlah pengguna narkoba, pengedar hingga adanya produksi narkoba di Indonesia.

Pertimbangan lain terkait pidana mati di Indonesia yaitu berdasarkan pada ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 yang menyatakan bahwa pandangan dan sikap bangsa Indonesia mengenai hak asasi manusia adalah bersumber dari ajaran agama, nilai moral universal, dan nilai luhur budaya bangsa, serta berdasarkan Pancasila. Sehingga hak asasi manusia dirumuskan secara substansi dengan menggunakan pendekatan normatif, empiris, deskriptif, dan analitis, antara lain disebutkan bahwa hak asasi manusia adalah hak dasar yang melekat pada diri manusia yang sifatnya kodrati dan universal sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa dan berfungsi untuk menjamin kelangsungan hidup, kemerdekaan, perkembangan manusia dan masyarakat, yang tidak boleh diabaikan, dirampas atau diganggu gugat oleh siapa pun

Respons lain yang datang terkait hukuman mati datang dari masyarakat Uni Eropa yang menyatakan bahwa eksekusi mati yang dilakukan di Indonesia sudah melanggar Hak Asasi Manusia. Berbagai Negara sudah mengajukan ancaman akan memboikot Indonesia dan memutuskan hubungan bilateral dengan Indonesia apabila pemerintah mengeksekusi warganya yang dikabarkan akan dieksekusi dalam gelombang kedua nanti.

Kebijakan tersebut bukan merupakan hal yang mudah, karena menjadi pisau karena berdampak positif dan negative. alasan hukum yang harus ditegakkan, pemerintah harus mempertimbangkan hal-hal lain seperti diatas. Oleh karena itu, Kementrian Luar Negeri merupakan salah satu lembaga yang memperoleh respons negative terhadap diberlakukannya eksekusi mati. Kementrian luar negeri adalah lembaga Negara yang berhubungan langsung dengan negara-negara yang warganya menjadi terpidana mati di Indonesia, tentunya Kementrian Luar Negeri merupakan pihak yang paling mendapat tekanan dari luar negeri.


Berdasarkan grafik yang diperoleh, Menurut RifqinizamyKarsayuda nampak bahwa masyarakat memberikan respons yang positif. Jokowi memperoleh banyak tanggapan positif dari masyarakat atas kebijakan tersebut, begitupun beberapa partai pemerintah seperti nasdem juga memperoleh repons positif atas peran tokoh parpolnya sebagai Jaksa Agung.