Kontroversi Hukuman Mati di Indonesia Menurut Rifqinizamy Karsayuda |
Dalam
kurun waktu beberapa bulan terakhir, Rifqinizamy Karsayuda melihat berbagai
media kian ramai memberitakan tentang pemberlakuan kembali hukuman mati di
Indonesia. Kasus eksekusi hukuman mati, mempunyai porsi yang cukup tinggi
diperbincangkan oleh masyarakat yaitu antara 5-10% dari berbagai issue yang ada
di masyarakat saat ini. Sebagai Kepala
Negara, Presiden Jokowi merupakan tokoh dibalik pemberlakuan kebijakan
teresebut. Sejak awal pemerintahannya, Jokowi dengan tegas menyatakan bahwa
tidak akan memberikan grasi terhadap para terpidana yang telah divonis hukuman
mati oleh Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi maupun Mahkamah Agung. kali ini
lebih difokuskan terhadap kasus narkoba yang mempunyai jumlah terpidana mati
paling banyak, dibandingkan dengan kasus hukum yang lain. Kejahatan narkotika
merupakan salah satu jenis kejahatan yang diatur undang-undang dapat diancam
dengan hukuman mati, diatur dalam UU No. 35 tahun 2009.
Menurut
Rifqinizamy
Karsayuda,
penyalahgunaan narkoba di Indonesia sudah menjadi kasus yang cukup serius
karena berdampak merusak generasi bangsa, sehingga diperlukan tindakan tegas
dari pemerintah salah satunya adalah memberikan efek jera bagi para pelaku
penyalahgunaan narkoba, salah satunya adalah dengan hukuman mati. Sayangnya, kebijakan tersebut menimbulkan
berbagai kontroversi dari berbagai pihak. Sebagai Negara demokratis, yang
diduduki oleh berbagai partai politik koalisi dan oposisi, memberikan berbagai
tanggapan terkait hal tersebut.
Bagi
beberapa pihak, RifqinizamyKarsayuda
eksekusi hukuman mati dianggap sebagai
solusi pemberantasan narkoba di Indonesia, akan tetapi pihak lain juga
menyatakan bahwa eksekusi hukuman mati merupakan bom waktu yang akan mengancam
keberlangsungan Negara Indonesia sendiri. Hal tersebut bukan tanpa alasan,
melihat reaksi berbagai negara setelah warganya di eksekusi di Indonesia, seperti
misalnya Brasil dan Belanda, kedua Negara tersebut langsung menarik duta besar
dan perwakilan negaranya kembali ke Negara asalnya sebagai bentuk reaksi
terhadap eksekusi mati yang dilakukan terhadap warganya. Sebelumnya, beberapa
Negara yang warganya ditetapkan sebagai terpidana mati, sudah menyatakan
keberatan apabila warganya di eksekusi dan sudah melakukan berbagai usaha untuk
me-lobby pemerintah agar pemerintah
untuk mencari pilihan lain. Akan tetapi, pemerintah dibawah pimpinan presiden
Jokowi tak gentar dengan hal tersebut, dan tetap melakukan eksekusi mati
terhadap terpidana mati sesuai dengan ketetapan hukum yang ada di Indonesia.
Menurut
RifqinizamyKarsayuda
Pemberlakuan eksekusi mati terhadap para pelaku kejahatan narkoba sebagai
bentuk pembelajaran, untuk memberikan efek jera agar tidak mengulangi perbuatan
melanggar hukum, tentu tidak tercapai seperti yang diharapkan. Hal tersebut
juga dibuktikan dengan adanya berbagai riset yang menyatakan bahwa tidak adanya
korelasi antara eksekusi mati pelaku kejahatan narkoba dengan penurunan jumlah
kejahatan narkoba, justru semakin meningkatnya jumlah pengguna narkoba,
pengedar hingga adanya produksi narkoba di Indonesia.
Pertimbangan
lain terkait pidana mati di Indonesia yaitu berdasarkan pada ketetapan MPR
Nomor XVII/MPR/1998 yang menyatakan bahwa pandangan dan sikap bangsa Indonesia
mengenai hak asasi manusia adalah bersumber dari ajaran agama, nilai moral
universal, dan nilai luhur budaya bangsa, serta berdasarkan Pancasila. Sehingga
hak asasi manusia dirumuskan secara substansi dengan menggunakan pendekatan
normatif, empiris, deskriptif, dan analitis, antara lain disebutkan bahwa hak
asasi manusia adalah hak dasar yang melekat pada diri manusia yang sifatnya
kodrati dan universal sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa dan berfungsi untuk
menjamin kelangsungan hidup, kemerdekaan, perkembangan manusia dan masyarakat,
yang tidak boleh diabaikan, dirampas atau diganggu gugat oleh siapa pun
Respons
lain yang datang terkait hukuman mati datang dari masyarakat Uni Eropa yang
menyatakan bahwa eksekusi mati yang dilakukan di Indonesia sudah melanggar Hak
Asasi Manusia. Berbagai Negara sudah mengajukan ancaman akan memboikot
Indonesia dan memutuskan hubungan bilateral dengan Indonesia apabila pemerintah
mengeksekusi warganya yang dikabarkan akan dieksekusi dalam gelombang kedua
nanti.
Kebijakan
tersebut bukan merupakan hal yang mudah, karena menjadi pisau karena berdampak
positif dan negative. alasan hukum yang harus ditegakkan, pemerintah harus
mempertimbangkan hal-hal lain seperti diatas. Oleh karena itu, Kementrian Luar
Negeri merupakan salah satu lembaga yang memperoleh respons negative terhadap
diberlakukannya eksekusi mati. Kementrian luar negeri adalah lembaga Negara
yang berhubungan langsung dengan negara-negara yang warganya menjadi terpidana
mati di Indonesia, tentunya Kementrian Luar Negeri merupakan pihak yang paling
mendapat tekanan dari luar negeri.
Berdasarkan
grafik yang diperoleh, Menurut RifqinizamyKarsayuda
nampak bahwa masyarakat memberikan respons yang positif. Jokowi memperoleh
banyak tanggapan positif dari masyarakat atas kebijakan tersebut, begitupun
beberapa partai pemerintah seperti nasdem juga memperoleh repons positif atas
peran tokoh parpolnya sebagai Jaksa Agung.