Selasa, 27 September 2016

Kontroversi Hukuman Mati di Indonesia Menurut Rifqinizamy Karsayuda

Kontroversi Hukuman Mati di Indonesia Menurut Rifqinizamy Karsayuda
Kontroversi Hukuman Mati di Indonesia Menurut Rifqinizamy Karsayuda

Dalam kurun waktu beberapa bulan terakhir, Rifqinizamy Karsayuda melihat berbagai media kian ramai memberitakan tentang pemberlakuan kembali hukuman mati di Indonesia. Kasus eksekusi hukuman mati, mempunyai porsi yang cukup tinggi diperbincangkan oleh masyarakat yaitu antara 5-10% dari berbagai issue yang ada di masyarakat saat ini.  Sebagai Kepala Negara, Presiden Jokowi merupakan tokoh dibalik pemberlakuan kebijakan teresebut. Sejak awal pemerintahannya, Jokowi dengan tegas menyatakan bahwa tidak akan memberikan grasi terhadap para terpidana yang telah divonis hukuman mati oleh Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi maupun Mahkamah Agung. kali ini lebih difokuskan terhadap kasus narkoba yang mempunyai jumlah terpidana mati paling banyak, dibandingkan dengan kasus hukum yang lain. Kejahatan narkotika merupakan salah satu jenis kejahatan yang diatur undang-undang dapat diancam dengan hukuman mati, diatur dalam UU No. 35 tahun 2009.

Menurut Rifqinizamy Karsayuda, penyalahgunaan narkoba di Indonesia sudah menjadi kasus yang cukup serius karena berdampak merusak generasi bangsa, sehingga diperlukan tindakan tegas dari pemerintah salah satunya adalah memberikan efek jera bagi para pelaku penyalahgunaan narkoba, salah satunya adalah dengan hukuman mati.  Sayangnya, kebijakan tersebut menimbulkan berbagai kontroversi dari berbagai pihak. Sebagai Negara demokratis, yang diduduki oleh berbagai partai politik koalisi dan oposisi, memberikan berbagai tanggapan terkait hal tersebut.

Bagi beberapa pihak, RifqinizamyKarsayuda  eksekusi hukuman mati dianggap sebagai solusi pemberantasan narkoba di Indonesia, akan tetapi pihak lain juga menyatakan bahwa eksekusi hukuman mati merupakan bom waktu yang akan mengancam keberlangsungan Negara Indonesia sendiri. Hal tersebut bukan tanpa alasan, melihat reaksi berbagai negara setelah warganya di eksekusi di Indonesia, seperti misalnya Brasil dan Belanda, kedua Negara tersebut langsung menarik duta besar dan perwakilan negaranya kembali ke Negara asalnya sebagai bentuk reaksi terhadap eksekusi mati yang dilakukan terhadap warganya. Sebelumnya, beberapa Negara yang warganya ditetapkan sebagai terpidana mati, sudah menyatakan keberatan apabila warganya di eksekusi dan sudah melakukan berbagai usaha untuk me-lobby pemerintah agar pemerintah untuk mencari pilihan lain. Akan tetapi, pemerintah dibawah pimpinan presiden Jokowi tak gentar dengan hal tersebut, dan tetap melakukan eksekusi mati terhadap terpidana mati sesuai dengan ketetapan hukum yang ada di Indonesia.

Menurut RifqinizamyKarsayuda Pemberlakuan eksekusi mati terhadap para pelaku kejahatan narkoba sebagai bentuk pembelajaran, untuk memberikan efek jera agar tidak mengulangi perbuatan melanggar hukum, tentu tidak tercapai seperti yang diharapkan. Hal tersebut juga dibuktikan dengan adanya berbagai riset yang menyatakan bahwa tidak adanya korelasi antara eksekusi mati pelaku kejahatan narkoba dengan penurunan jumlah kejahatan narkoba, justru semakin meningkatnya jumlah pengguna narkoba, pengedar hingga adanya produksi narkoba di Indonesia.

Pertimbangan lain terkait pidana mati di Indonesia yaitu berdasarkan pada ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 yang menyatakan bahwa pandangan dan sikap bangsa Indonesia mengenai hak asasi manusia adalah bersumber dari ajaran agama, nilai moral universal, dan nilai luhur budaya bangsa, serta berdasarkan Pancasila. Sehingga hak asasi manusia dirumuskan secara substansi dengan menggunakan pendekatan normatif, empiris, deskriptif, dan analitis, antara lain disebutkan bahwa hak asasi manusia adalah hak dasar yang melekat pada diri manusia yang sifatnya kodrati dan universal sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa dan berfungsi untuk menjamin kelangsungan hidup, kemerdekaan, perkembangan manusia dan masyarakat, yang tidak boleh diabaikan, dirampas atau diganggu gugat oleh siapa pun

Respons lain yang datang terkait hukuman mati datang dari masyarakat Uni Eropa yang menyatakan bahwa eksekusi mati yang dilakukan di Indonesia sudah melanggar Hak Asasi Manusia. Berbagai Negara sudah mengajukan ancaman akan memboikot Indonesia dan memutuskan hubungan bilateral dengan Indonesia apabila pemerintah mengeksekusi warganya yang dikabarkan akan dieksekusi dalam gelombang kedua nanti.

Kebijakan tersebut bukan merupakan hal yang mudah, karena menjadi pisau karena berdampak positif dan negative. alasan hukum yang harus ditegakkan, pemerintah harus mempertimbangkan hal-hal lain seperti diatas. Oleh karena itu, Kementrian Luar Negeri merupakan salah satu lembaga yang memperoleh respons negative terhadap diberlakukannya eksekusi mati. Kementrian luar negeri adalah lembaga Negara yang berhubungan langsung dengan negara-negara yang warganya menjadi terpidana mati di Indonesia, tentunya Kementrian Luar Negeri merupakan pihak yang paling mendapat tekanan dari luar negeri.


Berdasarkan grafik yang diperoleh, Menurut RifqinizamyKarsayuda nampak bahwa masyarakat memberikan respons yang positif. Jokowi memperoleh banyak tanggapan positif dari masyarakat atas kebijakan tersebut, begitupun beberapa partai pemerintah seperti nasdem juga memperoleh repons positif atas peran tokoh parpolnya sebagai Jaksa Agung.